Welcome Message
Blog ini didedikasikan bagi Masyarakat Dunia Maya Indonesia sebagai Forum Komunikasi antar para penggiat teknologi Dunia Maya agar dapat saling berukar informasi dan perkembangan teknologi Dunia Maya di Indonesia dan di Dunia Global Untuk memberikan Komentar/Tanggapan atas posting di Blog ini, Silahkan Klik icon "?" dan isikan komentar/tanggapan Anda sekalian. Silahkan tekan TAB bila diminta mengisi KODE VERIFIKASI Semoga bermanfaat.
MP3 Clips
Dengan makin tersedianya jaringan Internet berkecepatan tinggi / jaringan pita lebar diseluruh dunia, termasuk Indonesia, maka dimungkinkan pengumpulan dan akses berbagai data yg tersedia sangat berlimpah. Keberhasilan dalam mengolah data yang tak terstruktur yg berlimpah itu menjadi informasi yang bermanfaat telah ditunjukkan oleh perusahaan global yang besar seperti Google, Yahoo, Salesforce, Facebook, IBM yang menjadikan mereka peusahaan-perusahaan yang sangat menguntungkan dan berkapitalisasi sangat tinggi di pasar saham global.
Dewasa ini para analis data sangat dibutuhkan oleh banyak perusahaan untuk mengolah data-data yang berlimpah itu menjadi informasi yang bernilai sangat tinggi bagi bisnis mereka, seperti info tentang profil pelanggan, kebiasaan atau kesukaan mereka dalam membeli barang dan jasa, jenis produk atau jasa yg mereka gemari, dan lain-lain.
Data yang sekecil apapun, bila kita bisa mengolahnya secara kreatif dan inovatif, bisa menjadi informasi yang sangat bermanfaat bagi bisnis maupun dalam pengambilan keputusan-keputusan penting dalan ekonomi, bisnis, strategi Pemerintah maupun bisnis swasta. Data-data itu tidak lagi dapat diproses secara tersuktur seperti menggunakan basis data SQL, melainkan menggunakan sistem pengolahan data yang tidak terstruktur oleh karena besarnya volume data dan besarnya variabel yang diperlukan. Mesin pengolah SQL sudah tidak lagi mapu mengolahnya, maka dikenal pemroses data Non-SQL sbagai gantinya, menggunakan komputer berkecepatan sangat tinggi, multi-processors atau parallel processors.
Analoginya adalah seperti saat kita mulai menggunakan mikroskop, maka kita akan menemukan berbagai temuan-temuan baru yang memungkinkan kita membuat keputusan pengobatan penyakit yang dahulunya tidak kita ketahui. Demikian pula dengan Era Big Data atau Banjir Data yg terjadi saat ini dengan kemajuan teknologi masa kini, kita bisa menemukan hal-hal baru yang sebelumnya tidak kita ketahui.
Contohnya, info yang berseliweran di dunia maya, seperti pembicaraan kita atau keluhan-keluhan dan kritik-kritik kita, opini kita melalui email, chatting, messaging, SMS, Facebook, Twitter, blogs, komentar di forum diskusi elektronik, dsb, dapat dilolah sebagai Big Data untuk menghasilkan keputusan-keputusan yang bermanfaat bagi perusahaan, bisnis, maupun dalam membuat kebijakan Pemerintah.
Contoh penggunaan Big Data dalam dunia political science adalah untuk menganalisa pidato2 di DPR, press release, dan info lainnya, untuk mengetahui bagaimanakah suatu ideologi politik itu bisa menyebar luas di suatu negara atau wilayah.
Rick Smolan, pencipta serial fotografi "Day in the Life" berniat untuk membuat proyek "The Human Face of Big Data" melaui dokumentsi dan koleksi Big Data yang akan diolah menjadi "humanity dashboard", atau panel untuk menampilkan apa yg sedang terjadi, misalnya tanda-tanda munculnya kemiskinan di suatu wilayah atau negara, dari analisis Big Data itu. Bila kita tidak berhati-hati dalam mengelola Big Data ini, maka bisa menjadi "Big Brother", momok yang mengawasi gerak-gerik kita seperti diramalkan oleh George Orwell dalam novelnya yang berjudul "Ninteen-Eighty-Four" pada tahun 1949.
Perihal penggunaan Big Data ini ternyata telah dan akan digunakan di Indonesia, melalui proyek Global Pulse yang dibiayai oleh PBB tahun 2012 ini. Indonesia ditunjuk oleh Sekjen PBB sebagai tempat untuk melaksanakan Riset Global Pulse, memantau kondisi masyarakat miskin Indonesia dalam situasi krisis global, dan mengambil kebijakan sosial-ekonomi untuk membantu mereka. Mitra PBB di Indonesia adalah BAPPENAS, dengan dibantu oleh operator telekomunikasi Indonesia (TELKOM?).
Bagi perusahaan swasta, kemampuan untuk menganalisis Big Data ini akan dapat memajukan bisnis mereka cukup signifikan, seperti yang telah dilakukan oleh Google, Yahoo, Salesforce, Facebook, IBM dan lainnya. Ini memerlukan ahli-ahli analisis Big Data yang kreatif dan inovatif. Banjir data memang memberikan berikan keuntungan bisnis bagi perusahaan-perusahaan "Over-the-Top" tersebut diatas. Namun bagaimana dengan nasib para penyelenggara telekomunikasi yang kobol-kobol menyalurkan Big Data itu melalui jaringannya. Akankah mereka hanya bisa menunggu dan menyerahkan nasibnya pada kemajuan teknologi dan kemajuan zaman?
Silahkan ditanggapi.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh merespons, jika memang jumlah jurnal dinilai kurang, maka perguruan tinggi diserukannya untuk membuat jurnal ilmiah. Nuh mengatakan, tak sulit untuk membuat jurnal ilmiah yang terakreditasi. Lalu, bagaimana caranya?
Kepala Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII LIPI), Sri Hartinah, yang ditemui Kompas.com, Selasa (7/2/2012), mengutarakan proses yang harus dilalui dan persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengakreditasi sebuah jurnal ilmiah. Jurnal ini tak terbatas yang dibuat oleh perguruan tinggi, tetapi juga lembaga-lembaga penelitian.
Sri memaparkan, setelah terdaftar resmi dan mendapatkan International Standar Serial Number (ISSN), maka syarat selanjutnya yang harus dipenuhi adalah menyesuaikan tata cara penulisan jurnal yang telah ditentukan.
Sebuah jurnal ilmiah, kata dia, baru akan diakreditasi ketika karya ilmiah yang dimuat di dalamnya memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Mencantumkan abstraksi dan kata kunci dalam bahasa Inggris;
2. Menggunakan metodologi dan tata cara penulisan ilmiah yang sesuai.
"Jangan lupa menggunakan referensi penulisan dari jurnal internasional, di-review oleh para pakar, dan minimal telah terbit selama tiga tahun berturut-turut," kata Sri, di Gedung LIPI, Jakarta.
Ia menambahkan, sah-sah saja sebuah karya ilmiah menggunakan buku sebagai referensi tulisan. Tetapi, akan lebih baik jika sebuah karya ilmiah menggunakan referensi dari banyak jurnal. Selain aktual, jurnal juga menyajikan ilmu yang pandangannya lebih luas.
"Referensi memang sebaiknya dari jurnal. Dari buku boleh saja, tapi nilainya akan turun," ujarnya.
Pendaftaran jurnal dan ISSN
Untuk mendaftarkan sebuah jurnal dan mendapatkan ISSN, lembaga penelitian atau pun perguruan tinggi harus melewati beberapa proses, yaitu:
1. Membawa surat permohonan tertulis dari penerbit bahwa terbitan berkala;
2. Membawa dua eksemplar terbitan pertama, atau dua lembar fotokopi halaman sampul depan bila jurnal tersebut belum diterbitkan;
3. Menyertakan dua lembar fotokopi halaman daftar isi;
4. Menyertakan dua lembar fotokopi halaman dewan redaksi;
5. Melampirkan data bibliografi lengkap yang mencakup keterangan mengenai frekuensi terbit, tahun pertama terbit, bahasa yang digunakan, dan lain sebagainya.
Masing-masing ISSN dikenakan biaya administrasi sebesar Rp 200 ribu. Registrasi bisa dilakukan langsung di PDII LIPI, atau mendaftar secara online melalui http://issn.pdii.lipi.go.id. Adapun, persyaratan serta bukti transfer biaya ISSN melalui surat atau fax.
ISSN adalah kode yang dipakai secara internasional untuk terbitan berkala, dan diberikan oleh International Serial Data System (ISDS) yang berkedudukan di Paris, Perancis. Dengan mendapatkan ISSN, akan memudahkan untuk mengidentifikasi beberapa terbitan yang memiliki judul sama karena satu ISSN hanya diberikan untuk satu judul terbitan berkala. ISSN juga mempermudah pengelolaan administrasi dalam hal pemesanan terbitan berkala. Sebab, pemesanan cukup hanya menyebutkan ISSN dari terbitan berkala itu.
"Bagi jurnal ilmiah yang terbit di Indonesia, ISSN merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi," kata Sri.
"Saya rasa jumlah jurnal yang kita miliki sekitar 7.000, dan sudah 300-an yang terakreditasi LIPI," kata Sri, saat ditemui di Gedung LIPI, Jakarta, Selasa (7/2/2012).
Ia menjelaskan, ada dua kategori jurnal ilmiah. Pertama, jurnal ilmiah dari lembaga penelitian yang tata kelola dan proses akreditasinya dilakukan oleh LIPI. Kedua, jurnal ilmiah perguruan tinggi yang tata kelola serta akreditasinya dilakukan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Di luar itu, kata Sri, meski rendah, namun ia menilai banyak bermunculan jurnal dalam bentuk baru. Baik itu jurnal online, mau pun jurnal elektronik (e-journal). Jurnal online adalah jurnal ilmiah dalam bentuk cetak yang ditransformasikan ke dalam teknologi informasi. Keterbukaan dan perkembangan akses internet adalah alasan menjamurnya jurnal model ini.
Adapun untuk e-journal, dijelaskan Sri, merupakan bentuk jurnal ilmiah yang sejak awal penulisan, administrasi, sampai pada publikasinya menggunakan perangkat elektronik. E-journal tidak memiliki jurnal dalam bentuk cetak.
"Jurnal online sudah banyak, tapi e-journal masih sedikit. Mungkin jumlahnya tidak sampai sepuluh," ujarnya.
Perhatian terhadap jumlah dan eksistensi jurnal ilmiah di Indonesia kembali mencuat setelah Ditjen Dikti mengeluarkan surat edaran yang mengharuskan mahasiswa S-1, S-2, dan S-3 untuk memublikasi karya tulis ilmiahnya sebagai syarat kelulusan. Namun, ada keresahan akan kesiapan jurnal-jurnal yang ada untuk menampung tulisan mahasiswa yang jumlah diyakini tidak seimbang dengan jumlah jurnal ilmiah. Ketentuan ini berlaku bagi mahasiswa yang lulus setelah Agustus 2012.
0