JAKARTA: Forum Inisiatif Indonesia (e-Indonesia Initiative) menilai penggelaran Internet pita lebar di Indonesia timpang, sehingga belum mampu memberikan dampak positif terhadap pembangunan ekonomi nasional. Ketua e-Indonesia Initiatif Forum Suhono Harso Supangkat mengatakan infrastruktur broadband di kawasan timur dan barat Indonesia masih sangat timpang.
"Ketimpangan broadband ini perlu segera dievaluasi dan dibahas bersama," ujarnya kepada Bisnis, kemarin.
Menurut Suhono, evaluasi itu tidak hanya fokus pada semua yang terkait penelitian, pengembangan produk dan layanan broadband tetapi juga pada kebijakan yang terkait agar teknologi informasi dan komunikasi (TIK) memberi dampak positif bagi ekonomi nasional.
Kalangan peneliti, penggiat industri, pengembang TIK, otoritas atau pemerintah dan analis terkait perlu duduk bersama untuk memaparkan dan mendiskusikan hasil-hasil penelitian, pengembangan, ataupun usulan yang berkaitan dengan penerapan TIK nasional.
Dia mengatakan salah satu hambatan dalam menggelar broadband adalah kelanjutan industri dengan standar long term evolution (LTE) dan WiMax sebagai dua teknologi yang sama-sama berada di tingkat generasi 4 (4G) di Indonesia.
Periode seluler, paparnya, telah lewat yang ditandai dengan pesatnya perkembangan telekomunikasi sejak awal 1990. Mulai 2009, Indonesia sudah memasuki periode pengembangan Internet pita lebar (broadband), termasuk LTE dan WiMax.
Setyanto P. Santosa, Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia mengatakan pertumbuhan TIK belum disertai pertumbuhan ekonomi dan baru sedikit menghasilkan nilai tambah.
"Sisi negatif dari pengembangan TIK saat ini di antaranya turunnya margin operator akibat kompetisi tarif, menurunnya kualitas layanan di 3G dan Internet nirkabel, rendahnya manfaat dari web [Internet dan jeja-ring sosial] karena masih rendahnya pendapatan rakyat Indonesia," paparnya.
Palapa Ring
Sementara itu, Pemerintah menargetkan proyek Palapa Ring sektor timur, yaitu jaringan backbone serat optik bawah laut sepanjang 10.812 km yang menghubungkan Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua rampung pada 2012 dengan nilai proyek sekitar Rp5,5 triliun.
Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mengungkapkan Indonesia memiliki kebutuhan pembangunan jaringan backbone serat optik bawah laut sepanjang 50.000 km untuk menghubungkan seluruh pulau di Tanah Air.
Hingga kini, baru 80% dari jaringan yang masuk dalam proyek Palapa Ring tersebut yang telah dibangun, yakni seluruh Indonesia bagian barat hingga Sulawesi. (Sumber: dewi.astuti@bisnis.co.id/roni.yunianto@ bisnis.co.id)
Post a Comment