Posted on :
6:21 PM
| By :
S Roestam
| In :
UN jeblog siapa yg salah?
Jika nantinya UNAS jeblok dan membuat banyak siswa tidak lulus maka itu merupakan cermin dari kegagalan pemerintah dalam mengelola pendidikan. Pemerintah melakukan kesalahan beruntun dengan kegagalan tersebut.
Kesalahan pertama adalah tidak jelasnya tujuan UNAS itu sendiri. Kalau penyelenggaraan UNAS dimaksudkan untuk melihat bagaimana kualitas pendidikan kita secara nasional maka ini jelas mubazir. Jelas sekali bahwa penguasaan materi siswa di Indonesia masih sangat rendah. Dalam sebuah studi perbandingan kualitas pendidikan Indonesia menduduki posisi tiga terbawah dalam penguasaan fisika, matematika, biologi dan bahasa dari 50 negara di dunia, kendati kerap meraih juara dalam kompetisi akademik dunia.
Dalam survei lain Indonesia mendapat nilai rata-rata E dalam rapor pendidikan dan berada di peringkat 10 dari 14 negara berkembang di Asia Pasifik (di bawah Vietnam, India, Kamboja, dan Banglades). Perlu bukti apa lagi untuk mengetahui kualitas pendidkan kita? Jika UN dimaksudkan untuk mendapatkan pemetaan kondisi pendidikan nasional, mengapa harus semua siswa mengikutinya? Mengapa tidak menggunakan metode sampling agar lebih hemat? Dan untuk tujuan pemetaan,seharusnya nilai ujian tidak perlu diumumkan, apalagi sampai menjadi patokan kelulusan siswa.
Jadi saran kami, UN hanya sebagai survey indikator kualitas pendidikan di tiap wilayah, dan dilakukan hanya di beberapa sekolah terpilih saja sebagai sample statistik. Hasilnya tidak dipakai untuk menyatakan seseorang siswa gagal atau tidak dalam pendidikannya, sebab ujian hanya dilakukan untuk 2 atau 3 matapelajaran saja.
Lulus tidaknya seseoarang siswa ditentukan dalam ujian akhir yang digelar di tiap sekolah masing-masing, dan Surat Tanda Kelulusan Belajar dikeluarkan oleh masing-masing sekolah.
Kelebiha Anggaran UN tahun 2010 hendaknya dipakai untuk meningkatkan mutu pengajaran di tiap sekolah, dan tambahan buat penghasilan para guru untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
Semoga didengar oleh DIKNAS. (sumber: satryadharma.wordpress.com)
Dalam survei lain Indonesia mendapat nilai rata-rata E dalam rapor pendidikan dan berada di peringkat 10 dari 14 negara berkembang di Asia Pasifik (di bawah Vietnam, India, Kamboja, dan Banglades). Perlu bukti apa lagi untuk mengetahui kualitas pendidkan kita? Jika UN dimaksudkan untuk mendapatkan pemetaan kondisi pendidikan nasional, mengapa harus semua siswa mengikutinya? Mengapa tidak menggunakan metode sampling agar lebih hemat? Dan untuk tujuan pemetaan,seharusnya nilai ujian tidak perlu diumumkan, apalagi sampai menjadi patokan kelulusan siswa.
Jadi saran kami, UN hanya sebagai survey indikator kualitas pendidikan di tiap wilayah, dan dilakukan hanya di beberapa sekolah terpilih saja sebagai sample statistik. Hasilnya tidak dipakai untuk menyatakan seseorang siswa gagal atau tidak dalam pendidikannya, sebab ujian hanya dilakukan untuk 2 atau 3 matapelajaran saja.
Lulus tidaknya seseoarang siswa ditentukan dalam ujian akhir yang digelar di tiap sekolah masing-masing, dan Surat Tanda Kelulusan Belajar dikeluarkan oleh masing-masing sekolah.
Kelebiha Anggaran UN tahun 2010 hendaknya dipakai untuk meningkatkan mutu pengajaran di tiap sekolah, dan tambahan buat penghasilan para guru untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
Semoga didengar oleh DIKNAS. (sumber: satryadharma.wordpress.com)
Post a Comment